Rabu, April 30, 2014
0
KITA sering menganggap gagal mencari ilmu ketika tidak lulus ujian atau tidak pernah menjadi anak sekolahan.   Sesungguhnya ukuran kesuksesan belajar bukanlah dipandang dari sisi kemampuan pelajar itu menghasilkan harta dan meraih kehormatan jabatan setelah ia lulus.

Akan tetapi dikatakan sukses bila dia semakin sadar tanggung jawab dirinya kepada Allah, dan takut kepada-Nya.

Sebab sumber ilmu hakikatnya satu, yaitu wahyu. Sehingga ilmu adalah sarana untuk menuju kepada-Nya.

Tujuan Pencarian ilmu adalah untuk memperbaiki batin dan  memperindahnya dengan keutamaan-keutamaan untuk meningkatkan kualitas bertaqarrub kepada Allah.

Imam Syafii berkata:

من لا يحب العلم لا خير فيه. فإن العلم حياة القلوب ومصباح البصائر

“Barangsiapa yang tidak mencintai ilmu, maka tiada kebaikan di dalam dirinya. Sesungguhnya ilmu itu ‘nyawanya’ hati dan lentera mata hati.”

Syeikh al-Moushili berkata:

“Bukankah akan mati orang sakit yang tidak diberi makan dan minum? Begitu pula hati. Jika hati itu tidak diberi ‘nutrisi’ ilmu dan hikmah selama tiga hari maka hati itu pasti akan mati”.

Apa tanda-tanda hati mati?

Pertama, malas. Malas ibadah, malas sekolah, malas kerja, dan malas untuk aktivitas yang baik.
Kedua, jika ada kebaikan ia tolak bahkan membencinya.

Sebagaimana firman Allah “Fii quluubihim maradhun” (dalam hatinya (orang munafik) ada penyakit”.

Termasuk ciri kedua ini adalah, membenci orang-orang baik. Itu juga tanda hatinya mati.
Ketiga, Sulit menerima ilmu. Ilmu itu cahaya. Dan cahaya ilmu tidak akan masuk ke dalam hati-hati yang mati.

Imam Ghazali mengatakan:

إن  غداء القلب العلم والحكمة، وبهما حياته، كما أن غداء الجسد الطعام. من فقد العلم فقلبه مريض وموته لازم ولكنه لا يشعر به

“Sesungguhnya ‘makanan’ hati itu adalah ilmu dan hikmah, dan dengannya ia hidup. Sebagaimana hidangan untuk jasad kita adalah nasi. Barang siapa kehilangan ilmu, maka hatinya akan sakit dan pasti mati. Akan tetapi ia tidak merasa mati.”

Tempatnya ilmu adalah di hati, maka jika hati tidak siap, maka ilmu akan tertolak dengan sendirinya.
Hati yang tidak siapa menerima ilmu antara lain adalah; pertama, hati yang isinya selalu berupa kenikmatan yang haram. Tiada ilmu yang masuk pada hati yang tiap hari diisi dengan hasud, dengki dan takabbur.

Ilmu juga akan tertolak jika hatinya selalu diisi dengan kesibukan syahwat. Seorang penuntut ilmu tidaklah pantas hatinya selalu disibukkan dengan aktivitas syahwat. Membayangkan sesuatu yang haram, mendekat pada sesuatu yang membangkitkannya dan lain-lain.

Biasanya penuntut ilmu yang begini, karakternya adalah pemalas, otaknya ‘loading’ karena terbang ke mana-mana, dan biasanya juga menyepelekan ilmu.

“Penyakit’ ini akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya.

Berpaling darinya merupakan maksiat. Ilmu dan maksiat tidak bisa bertemu.

Imam al Ghazali menerangkan maksiat itu ada yang berbentuk dzahir dan ada yang batin.
Maksiat dzahir diantaranya, mata, telinga, lisan, perut, farji, tangan dan kaki.

Bahkan, maksiat dzahir terkadang berlaku bersamaan dengan batin. Contoh tentang maksiat mata. Mata digunakan untuk melihat sesuatu yang diharamkan, melihat saudaranya dengan cara penglihatan yang merendahkan atau mata digunakan untuk mengorek aib-aib saudara Muslim. Di sini baik mata maupun hati bekerja sama dalam maksiat.Inilah yang harus dihindari para penuntut ilmu.


Bagi penuntut ilmu jika menemui penyakit tersebut, maka hendaknya ia mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah yang senantiasa menolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya, hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya dihadapan kebesaranNya, sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Allah adalah Sebaik-Sebaik Maha Pendengar.*




Penulis anggota MIUMI Jawa Timur
Artikel Hidayatullah.com

0 komentar:

Posting Komentar