Selasa, April 29, 2014
0
Seorang lelaki, dengan wajah yang gelisah, menghela nafasnya, berusaha menahan amarahnya, dan ia berdiam diri untuk meredakan kegelisahan yang dihadapinya, lisannya memperbanyak istighfar, dan memohon bantuan kepada Allooh Ta'ala untuk diberikan keluasan hati dan kesabaran, menghadapi ombak besar dalam bahtera rumah tangganya.

Dalam pikirannya berkecamuk banyak hal, tatkala ia berusaha yang terbaik dahulu, untuk mendapatkan seorang pendamping yang sholihah, namun qodarullooh, dia kini harus menghadapi istri yang kurang baik perangai dan akhlaknya...

Ketika seorang lelaki ahlus sunnah yang sholih, ketika tidak menyukai istrinya, maka ia tidak akan menyakiti istrinya, tetap memuliakan istrinya, memuliakan wanita sebagaimana Allooh Ta'ala memuliakan mereka. Tetap berlaku sabar kepada istrinya, dan tidak mendholimi istrinya, tetap menunaikan hak-hak istrinya, meski dalam hatinya tidak ada kecintaan kepada istrinya... sungguh bukan perkara yang mudah, namun seorang lelaki ahlus sunnah yang sholih memahami 'ilmu syar'iy, tahu betul bagaimana ia harus bertindak... selama istrinya tidak mengajukan cerai kepadanya, ia senantiasa mengingat bahwa Allooh Ta'ala berfirman:

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allooh menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)

Dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (5/65), Al-Imam Al-Qurthubi rohimahullooh berkata: 


“Firman Allooh Subhanahu wa Ta’ala: 

فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ

 (“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya yang jelek, bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka disenangi (dianjurkan) (bagi si suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut. Mudah-mudahan hal itu mendatangkan rizki berupa anak-anak yang shalih yang diperoleh dari istri tersebut.”

Yang dimaksudkan adalah selain si istri berbuat selingkuh / berzina, maka hendaknya suami tetap berbuat sabar kepadanya, semisal istri senantiasa cemberut, mengomel, enggan membersihkan rumah, enggan merawat anak-anaknya, enggan memenuhi kebutuhan suaminya, dan banyak lagi hak suami yang diabaikan oleh istri, maka seorang lelaki diperintahkan untuk tetap bersabar kepada istrinya dan mendidiknya dengan baik. Bersabar dalam menghadapi perilaku yang kurang mengenakkan dari sang istri yang durhaka. Sehingga Allooh Ta'ala memberikan keputusannya kepada mereka berdua.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahullooh berkata: “Yakni mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan di akhirat. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat ini: ‘Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga Allooh Subhanahu wa Ta’ala berikan rizki kepadanya berupa anak dari istri tersebut dan pada anak itu ada kebaikan yang banyak’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)

Inilah bukti pemuliaan Islam kepada wanita, seorang lelaki diperintahkan bersabar kepada istrinya, meski istri memiliki paras yang tidak menyenangkan hatinya, atau...  meski perangai dan akhlak istrinya tidak menyenangkan pandangan matanya, durhaka kepadanya, maka seorang lelaki ahlus sunnah yang sholih, tidak akan mendholimi istrinya, tetap bermuamalah dengan baik kepada istrinya, tetap tersenyum dan melayani kebutuhan istrinya, membantu tugas istrinya semampunya. Ia tidak bermudah-mudahan menceraikan istrinya.

Selain itu ia senantiasa mengingat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.”
(HR. Muslim no. 1469)

Al-Imam An-Nawawi rohimahullooh berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58)

Maka suami yang sholih ini selalu mencari-cari kebaikan istrinya (bukan mencari-cari kesalahan dan keburukan istrinya), meski sang istri sering berbuat durhaka kepada suaminya, suami ahlus sunnah yang sholih senantiasa berusaha melupakan kejelekan istrinya dan mengingat-ingat kebaikan yang ada pada diri istrinya.

Berbeda jika lelaki itu awwam, jauh dari majelis 'ilmu, jauh dari pergaulan orang-orang yang sholih... maka banyak kita dengar berita suami membunuh istrinya, suami menyiksa istrinya, suami melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya yang sering disebut KDRT dalam rumah tangga, ada juga suami yang menjual istrinya, menyuruh istrinya melacurkan dirinya, dan masih banyak lagi hal lainnya... sungguh betapa kita banyak mendengar kerusakan di kehidupan rumah tangga di zaman ini dikarenakan suami yang jahil dan fasik? Dan selalu yang menjadi korban adalah wanita? Meski kadang sang istri sudah berusaha berbuat yang terbaik, selalu nampak keburukan-keburukan sang istri di mata suami yang fasik ini...

Maka hendaknya kalian saling menasihati dalam kebaikan dalam rumah tangga kalian wahai suami-istri, untuk kebahagiaan rumah tangga kalian sendiri... saling bersabarlah menerima kekurangan satu sama lain, saling melengkapilah kekurangan dan kelebihan satu sama lain. Dan jangan tinggalkan ketaqwaan kepada Allooh Ta'ala dalam rumah tangga kalian... karena rumah tangga yang buruk, dikarenakan kurang dan jeleknya ketaqwaan mereka kepada Allooh Ta'ala. Alloohul musta'an.





Posted by Andi Abu Hudzaifah Najwa

0 komentar:

Posting Komentar