Senin, Juli 21, 2014
0
Tanpa terasa kita telah berada di penghujung bulan penuh berkah ini, bulan Ramadhan. Ya, tak terasa memang. Dulu, begitu menapaki hari pertama Ramadhan, mungkin sempat terbersit di benak bahwa waktu satu bulan pasti akan terasa begitu lama. Apalagi dalam kondisi lapar dan haus.
Namun kini, ketika Ramadhan telah tinggal hitungan hari ,waktu satu bulan ternyata tak selama yang kita bayangkan sebelumnya. Tak terasa. Tahu-tahu sudah harus berpisah dengan bulan yang penuh dengan keberkahan ini. Ternyata, sebutan waktu yang lama, satu bulan, satu tahun, hanya terasa bagaikan satu hari ketika kita telah menapaki ujungnya.
Kini Ramadhan telah bersiap meninggalkan kita semua. Bagi para pecinta Ramadhan, berpisah dengan bulan ini ibarat berpisah dengan seseorang yang begitu dicinta. Perasaan sedih dan tidak rela untuk ditinggalkan pastilah berkecamuk di dada. Bukan hanya karena perpisahan semata perasaan sedih itu datang, tapi juga karena kekhawatiran bahwa jatah umur ini tidak akan sampai ke Ramadhan berikutnya. Jika malaikat maut datang sebelum Ramadhan tahun depan, sudah dapat dipastikan bahwa Ramadhan kali ini adalah Ramadhan terakhir yang kita jumpai.
Tapi tenanglah, kesedihan itu akan segera mendapat penawarnya. Bagi kita yang benar-benar memenuhi Ramadhan kali ini dengan perjuangan menahan hawa nafsu, melakukan sebanyak mungkin amal shalih, juga peningkatan keimanan, hampir tiba masanya bagi kita untuk bersuka cita. Ya, hari berbuka (fithr) alias Idul Fithri.
Maka sambutlah Idul Fitri dengan segenap suka cita. Dengan segenap rona keceriaan di wajah. Inilah hari raya bagi umat Islam sedunia. Yang itu artinya Idul Fithri juga hari raya bagi kita. Ingat, Hari Raya Idul Fithri tidak hanya dirayakan di tingkat negara apalagi hanya di lingkup RT/RW, tapi seluruh dunia merayakannya.
Wah, kalau sudah mendunia seperti itu, bagaimana tidak bangga coba? Bagaimana tidak seru? Maka tak ada lagi anggapan bahwa Hari Raya Idul Fithri adalah hari yang biasa-biasa saja alias tak ada beda dengan hari-hari yang lain. Tak ada lagi anggapan bahwa Idul Fithri itu lebih rendah derajatnya dari Valentine’s Day, perayaan Natal dan tahun baru, dan hari-hari tidak bermutu lainnya.
Tantangan setelah Ramadhan                                        
Bagi yang selama sebulan ini sudah sukses menempa dan memperbaiki diri, ada tantangan baru setelah Ramadhan. Kita tahu bahwa iblis dan bala tentaranya dibelenggu hanya pada bulan Ramadhan. Itu artinya, setelah Ramadhan nanti, ‘si pelatih dosa’ ini akan keluyuran lagi. Akan gencar lagi menebarkan bisikan-bisikan berbahayanya.
Itu sebabnya, setiap muslim itu harus ibarat seorang petarung. Lihatlah seorang petarung. Ia kuat, cepat, dan terlatih merespon sekecil apa pun tindakan musuh. Nah, lalu siapa musuh seorang muslim? Musuh sejati dari seorang muslim adalah iblis dan bala tentaranya. Dan seorang petarung sejati pantang membuat musuhnya tertawa lebar penuh kemenangan.
Seorang muslim sejati pantang membiarkan iblis tertawa dengan keberhasilan mereka merayu kkita kembali melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Seorang muslim sejati, apa pun yang dilakukan iblis, pantang baginya hanya semangat membaca al-Quran di bulan Ramadhan saja. Pantang baginya menjadi dermawan hanya di bulan Ramadhan. Seorang muslim sejati juga pantang semangat menjalankan ibadah-ibadah sunnah hanya di bulan Ramadhan.
Maka sebagai muslim sejati, tunjukkanlah bahwa kita kebal atas berbagai manuver yang dilakukan iblis dan bala tentaranya. Apa pun yang iblis dan bala tentaranya lakukan dan bisikkan, tetaplah menjadi petarung sejati bagi makhluk-makhluk terkutuk ini. Tetaplah menjadi petarung sejati hingga berjumpa kembali dengan Ramadhan. Atau jika seandainya takdir berkata lain, tetaplah menjadi petarung sejati meskipun ajal datang mendahului Ramadhan tahun depan. Setidaknya, mati terhormat di jalan Allah itu sangat sangat jauh lebih baik daripada mati di tengah gelimang dosa.

(fauziya/gaulislam/muslimahzone.com)

0 komentar:

Posting Komentar