Jumat, Maret 21, 2014
1
Nadiyah ( Nanin) menghembuskan nafas terahirnya Rabu (19/21/4), pukul 06.30,  di rumah sakit Darmais, Jl. S.Parman, Slipi Jakarta Barat. 

Nadiyah menderita penyakit kanker payudara kronis setelah sebelumnya ia sempat dirawat Rumah Sakit PMI Bogor. Kematiannyapun diperbeutkan antara keluarga yang muslim dengan kelompok misionaris Kharismatik yang telah memurtadkan Nadiyah. 

Keluarga yang mendapingi Nadiyah di Rumah Sakit Kangker Darmais hingga anak malang ini menghembuskan nafas terakhir adalah ibu kandungnya. Ibu Nadiyah  mengakui kalau Nadiyah meninggal secara Islam karena saat sakaratul maut ia ditalkinkan dan sempat mengucapkan syahadat. Oleh karena itu keluarga meminta agar dimakamkan secara Islam.

Tapi dari keluarga yang mengaku sebagai suami, Nadiyah sudah dibaptis menjadi seorang Kristen dan dia harus dimakamkan secara Kristen. Perebutan mayat  Nadiyah berangsung tegang. Namun Karena ibu nadiyah hanya seorang diri berjuang, ia kalah kuat. Akhirnya ibu Nadiyah yang menjagai putrinya di rumah sakit akhirnya mengalah. Tak mampu menghadapi tekanan dan ancaman dari kelompok misionaris Kharismatik yang telah memurtadkan Nadiyah. Nadiyah direlakan dimakamkan secara Kristen di Bogor, Jawa Barat.

Kisah nyata yang dialami  keluarga Nadiyah asal Bukit Tinggi Sumatera Barat ini, menarik menjadi pelajaran (Ibroh) bagi keluarga yang melepaskan anaknya terutama putri  menuntut ilmu jauh dari lingkungan keluarga. Sebab, di perguruan tinggi terlalu banyak lembaga misionaris yang setiap saat akan mengancam aqidah  mahasiswa. Dan itulah yang dialami Nadiyah.

Al Kisah, sekira tahun 2009,  Nadiyah menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi pertanian milik pemerintah di Kabupaten Bogor. Seperti layaknya mahasiswa mereka akrab dengan aktifitas kemahasiswaan. Nadiyah pun termasuk mahasiswa yang sangat aktif berorganisasi. Ia memasuki salah satu oranisasi Islam non kampus.

Nadiyah juga aktif dalam kegiatan tarbiyah di kampusnya. Seperti melakukan kajian Islam, diskusi dan berbagai kegiatan Islam yang dikelola mahasiwa. Para aktifis kampus memang menjadi incaran misonaris yang juga bergerak di kampus kampus.

Ia tak sadar jika aktifitasnya menjadi perhatian kelompok missionaris yang beroperasi di kampusnya. Menurut ustadz Abu Deedat, seorang  kristologi di kampus tempat Nadiyah menuntut ilmu ada lemba-lemba Kristen yang sangat aktif menggarap mahasiswa untuk dimurtadkan. Lembaga itu diantaranya, (Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia (LPMI), Persekutuan Antar Universitas, Navigator, Sion dan Kharismatik.

Nadiyah menjadi incaran missionaris,boleh jadi karena ia anak Bikit Tinggi yang terkenal kuat keimanannya dan memiliki nilai jual  dikalangan missionaries jika berhasil memusrtadkannya. Sebab jarang sekali orang Bukit Tinggi yang memeluk Kristen.

Tak  jelas ceritanya. Nadiyah yang cantik dan periang itu tibah-tiba menghilang dari jangkauan keluarga. Tak ada yang tahu kemana perginya Nadiyah. Keluarga sudah berusaha menanyakan ke kampusnya. Tapi jawaban yang diterima tak ada yang tahu.  Nadiyah bagi hilang ditelan bumi.
Setelah empat tahun berlalu, akhirnya keluarga menemukan Nadiyah dalam keadaan sakit kanker payudara di rumah sakit PMI Bogor. Yang membuat hati ibunya hancur adalah puntri yang sudah lama ia cari  itu telah berpindah agama. Sudak menjadi seorang Kristen.

Konon katanya Nadiyah diculik lalu disekap dalam waktu yang cukup, lama. Selama dalam penyekapan Nadiyah dicecokin dengan ajaran-ajaran Kristen. Entah bagaimana ceritanya Nadiyahpun dinikahkan dengan cara Kristen.

Mengetahui anaknya telah berbeda keyakinan dengannya,  ibu Nadiyah lunglai. Penglihatannya berkunang-kunang serasa tak percaya kalau anak yang paling ia sayangi itu sudah dibabtis sebagai seorang Kristen.

Dalam suasana kalut ibu Nadiyah nyaris tak mampu menahan berat beban tubuhnya karena sangat lemah dan terpukul atas nasib yang diderita anaknya. Sudah murtad sakit kanker payudara stadium 4 lagi.

Ia berusaha menguatkan diri agar tegar menghadapi musibah yang mengguncang hatinya. Dengan sisa-sisa kekuatan yang dimiliki ia berusaha mengajari anaknya itu kembali kekeyakinannya. Tapi pihak keluarga yang mengaku sebagai suaminya Nadiyah keberatan dengan usaha ibu Nadiyah.
Melihat penyakit yang diderita Nadiyah semakin berat, kelaurga sepakat untuk memindahkan perawatan Nadiyah dari Rumah Sakit PMI Bogor ke Rumah Sakit Kanker di Jl. S. Parman, Slipi Jakarta Barat.

Di Rumah Sakit Kanker ini ibu Nadiyah terus mentalkinkan anaknya meski gangguan juga terus datang dari  suaminya dan kelompok missionaries yang telah memurtadkan. Menjelang ajalnya, akhirnya Nadiah menurut ibunya kembali ke Islam dengan mengucapkan dua kalimah syahadah. “Wallohu a’lam”

Allah sudah mengingatkan kita  lewat Al-Qur’an, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Adalah menjadi kewajiban bagi kita untuk menjaga keyakinan kita kerabat kita jangan sampai berpaling dari din Allah yaitu dinul Islam.

Oleh karena itu penanaman aqidah dilingkungan keluarga sangat penting. Tak cukup hanya dengan mengajarkan tentang iman kepada Allah tapi juga bagaimana meyakinkan keluarga terhadap iman dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Kita dapat mengambil pelajaran dari turunnya ayat-ayat Makiyah yang orintasinya tentang keimanan. Selama 13 tahun Nabu Muhammad berdakwah di Mekkah sebelum hijirah ke Madinah, Nabi Muhammad berusaha menanamkan pondasi keimanan tehadap para sahabat. Hasil kita ketahui betapa kuatnya keimanan para sahabat. Mereak tak tergoda dengan pangkat, kedudukan, harta dan wanita.
Salah satu contoh  diantara yang rela mati demi mempertahankan keyakinannya adalah Bili bin Rabah. Ia disiksa, diseret dipadang pasir hingga tubuhnya luka-luka bahkan ditindih dengan batu yang besar, tapi ia tak mau melepaskan keyakinannya ia tetap beriman kepada Allah.

Padahal jika ia mau menuruti majikannya dengan meninggalkan Iman dan Islamnya, Bilil bin Rabah tak perlu menderita disiksa oleh majikannya. Bahkan ia dijanjikan untuk dimerdekakan. Bilal bin Rabah adalah sosok muslim imannya yang sangat teguh dan kuat.

Bandingkan dengan keimanan genesi Islam sekarang. Mereka sangat labil imannya tak tertancap dalam  hatinya. Iman hanya sekedar symbol keislaman bukan menjadi keyakinan. Itu sebabnya mereka sangat rentan dengan pemurtadan.

Lihat nasib Asmiranda dan sejumlah artis yang murtad. Mereka dengan mudah menggadaikan imannya hanya karena seorang pacar yang telah menggaulinya. Mereka merasa bahwa pindah agama seperti pindah dari partai politik yang sebelumnya partai A kemudian pindah ke partai B. Begitu rapuh keyakinan generasi kita sekarang.

Ada benarnya pernyataan ustadz Abu Deedat, seorang Kristolog yang aktif menyelamatkan umat Islam yang pernah dimurtadkan.

Menurut Abu Deedat, aksi-aksi pemurtadan lewat pacari, hamili dan murtadkan, sudah menjadi salah satu gaya pemurtadan yang dilakukan missonaris di Indonesia.

“Banyak orang yang tak percaya dengan uangkapan itu karena belum menipa dirinya. Tapi kalau sudah menimpa dirinya baru sadar kalau keluarganya tak luput dari incaran missionaries untuk dimurtadkan” kata Abu Deedat.

Semoga kisah nyata yang dialami Nadiyah itu menjadi ibroh bagi umat Islam, terutama yang memiliki gadis. Perhatikanlah siap teman gadis kita. Jangan sudah tahu berteman dengan Kristen masih tetap dibiarkan dengan alas an teman biasa. Padahal jangan-jangan gadis kita sudah menjadi target pemurtadan. Jika gadis kita sudah jatuh cinta apalagi sudah merelakan  dan menyerahkan kehormatannya selangkah lagi gadis kita akan murtad. “Kalau sudah jatuh cinta tai kambing terasa coklat” pepatah itu berlaku bagi gadis-gadis Islam yang dimurtadkan. Semoga Allah melindungi kita dan keluarga kita dari aksi-aksi pemurtadan.***



Redaktur  : Imran Nasution
Artikel Dakta.com

Catatan   : Ini kisah nyata. Jika ada kebetulan nama yang sama yang terlutis dalam kisah ini tak dimaksud untuk melecehkan. Nama Nadiyah itu bukan nama sebenarnya.

1 komentar: