Seluruh otot kian lama kian terlihat menegang, menyemburat. Tubuh ini bak tak ada lagi penguat; otot atau pun urat. Tapi kaki ini harus terus dipaksa berlari, diseret-seret.
Demi bisa mempercepat menuju ujung jalan yang belum juga terlihat. Mungkin tak akan juga terlihat. Hingga nantinya Allah akan ganti seluruh tetes keringat. Ia akan ganti cucur darah dan nanah dengan beribu, berjuta nikmat. Nikmat yang semua mata belum pernah melihat.
Bahkan hati tak juga pernah menyirat.. Ya… Nikmat surga yang pelayannya adalah para malaikat. Yang telah menanti di dalamnya bidadari yang penuh pikat.
Sahabat..
Jangan terlalu risau
dengan beratnya medan perjalanan. Terjal dan tingginya bukit yang kita akan dan
sedang lalui. Tak juga membuat kita ciut nyali bila tak sampai ujung tujuan.
Sebab begitulah memang tabiatnya. Panjangnya jalan ini lebih panjang dari usia
mereka yang berjalan melewatinya. Umur kita tak seberapa lama. Masih panjang
tak berujung hingga nanti kita mati di atasnya. Tinggiya kemuliaan dan
balasannya sebanding dengan tingginya godaan dan ujian yang akan menyapa,
menerpa.
Tetap
kuatkan tekad dan tancapkan kuat dalam hati. Tidak mengapa jika kaki ini sakit,
asalkan hati kita tetap sehat. Dengan kaki yang sakit, mungkin kita tidak mampu
berjalan melangkahkan kaki. Tetapi jika hati yang sakit, kita akan kehilangan
tujuan dan harapan.
Begitulah
tabiat dan karakternya, sejak awal dan bahkan sebelum kelahiran dakwah itu
sendiri. : “Muhammad kecil harus dipulangkan ke makkah kembali” begitu
pesan rahib Buhaira mewanti- wanti : “Bila mereka tau, mereka akan bunuh
anak ini.” Begitu kataya menjelaskan. Sebab kelak pada saatnya dia akan
membawa misi kenabian misi suci.
Tidak
seorang pun saat dia membawa misi ini, kecuali pasti dimusuhi. Pasti dicaci
dimaki. Dihina gila, dinista. Sadarkah kita dengan resiko yang pasti akan
membentang? Belum lama ingatan itu hilang. Ramalan Buhaira benar-benar menjadi
sebuah kenyataan. Saat Muhammad dipaksa Jibril mengucapkan : “Iqra’ bismi
rabbika” dia gagap, dunia terasa gelap. Dia disekap, nafasnya tersengal,
dadanya sesak, sempit terhimpit.
:
"Demi Dia Yang memegang hidup Waraqah”.
Begitu kata Waraqah saat dia mendengar tentang apa yang dialami Muhammad di
dalam goa. “Engkau adalah Nabi atas umat ini. Engkau telah menerima Namus
Besar seperti yang pemah disampaikan kepada Musa. Pastilah kau akan didustakan
orang, akan disiksa, akan diusir dan akan diperangi. Kalau sampai pada waktu
itu aku masih hidup, pasti aku akan membela dengan sekuat tenaga."
dukungnya.
Itu
keniscayaannya. Berat, memang! Tapi tidak ada satu kenikmatan kecuali setelah kesengsaraan
setelah merasakan beban beratnya perjuangan. Tidak ada rasa nikmat berjuang
saat tidak dalam kegetiran. Kalau perjuanganmu datar-datar saja. Tak menjadi
rasa tak menjadi istimewa.
Ingatkah
kawan.. Saat Imam Hasan al-Banna memberi petuah : “bila penjara telah
dibentangkan, itu artinya dakwahmu sedang mulai berbuah.” Semakin diuji,
semakin membuat bangunan iman kokoh tak akan goyah. Begitulah seharusnya. Bukan
untuk mengeluh, bertambah goyah, apalagi melemah dan rapuh.
Ujian
kita belum seberapa. Mereka pernah ada yang disisir punggungnya dengan sisir
besi, hingga rontok terkelupas kulit dan daging-dagingnya mengikuti. Pendahulu
Nabi kita pernah ada yang digergaji. Ada juga yang dibakar, dipanggang hingga
mencucur minyak pemadam kobar api keluar dari pori-pori. Itu tabiatnya. Dan
yang paling berat memikul bebannya adalah para Nabi, lalu mereka yang paling
beriman dan paling taat pada Ilahi Rabbi.
Kalau
hanya penjara dan jeruji besi, itu hal yang biasa. Dengan keyakinan yang mantap
pula, Ibnu Taimiyah berkata ketika ia dijebloskan ke penjara oleh rezim yang
hidup di masanya, “Apa yang dapat dilakukan oleh mereka yang memusuhiku!
Sesungguhnya surgaku ada di hatiku. Ke manapun aku pergi dia selalu bersamaku.
Apabila aku dipenjara, itu adalah khalwatku. Apabila aku dibunuh maka syahadah
bagiku, dan apabila aku diusir, ia merupakan tamasya menyenangkan bagiku.”
Penjara
bukanlah jeruju-jeruji besinya yang selalu menganga. Tapi penjara bagi kita
adalah keterasingan dari Rabb semesta. Kosongnya hati dari dzikir asma-asmaNya.
Hampa saat malam-malam panjang berlalu sia-sia. Dan orang yang tertawan adalah
mereka yang tertahan oleh belenggu hawa nafsunya; Tunduk patuh dan pasrah
dengan segala tipu dayanya; Tak mampu bangkit berdiri tegak mendongakkan kepala
atas kangkangan nafsu dunia.
“Akhi
anta hurrun waroas sudud. Akhi anta hurrun bi tilkal quyud” saudaraku, kalian merdeka dengan penjara.
Jadikan
ujian dan beratnya cobaan sebagai tangga pijakan dan tumpuan. Penjara jadi
telaga. Rasa sakit menjadi penguat. Jadikan takutmu
menjadi lebih berani berbuat. Jangan hiraukan mereka yg berbicara buruk di
belakangmu, sebab satu kemenagan bagimu saat waktu mereka habiskan hanya tuk
memikirkan dirimu.
Jangan
mengeluhkan masalah dan cobaan yang mendera, karena Allah mempunyai tujuan tuk
perjuangan yang panjang. Pelajarilah apa yang hendak Dia ajarkan saat sakit itu
menyergap badan.
Keep
Istiqomah dalam perjuangan! Jangan ada yang tersakiti jangan ada yang
terzalimi. Meski kita selalu diselimuti di setiap detik menghampiri. Siang
malam tiada henti.
Posted by Abu Rafah
Muhammad Khumaidi
Praktisi Pendidikan SMAIT Nur Hidayah
Surakarta
Alumnus Ma’had Aly An-Nu’aimy Jakarta
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta
0 komentar:
Posting Komentar