Bukan janji yang nantinya akan
diingkari dan tak ditepati, tapi ini janji yang sudah menjadi visi, misi dan
simbol dirinya sendiri. Simbol kejahatan dan dosa itu sendiri.
Janji dan ikrar itu
akan selalu ia pegang sepanjang zaman itu masih ada, masih bergulir dan
mengalir. Janjinya terucap saat dia dicap sesat dan terlaknat. Saat dia tak mau
taat dan justru memilih untuk bermaksiat. Janji yang sudah lama ia tanam dalam
hati. Hanya dia akan ikrarkan menunggu saat yang tepat. Nanti saat dia dititah
untuk tunduk memberi hormat. Merendahkan bersujud meletakkan jidat.
Diceritakan : “Ketika Allah membentuk Adam di Surga (dari
tanah liat), Allah meninggalkannya sejenak. Lalu Iblis pun mengitari dan
melihat apa gerangan? Ketika dia melihat ada lubang, maka dia tau bahwa Allah
hendak menciptakan mahluk yang tidak punya kekuatan terhadap hawa nafsu.”
(H.R. Muslim)
Di sinilah sejarah dosa itu tumbuh berkembang. Saat hatinya
mulai resah dan bimbang. Saat ia mulai terusik dengan keputusan Tuhan.
Tidak lama berselang ikrar hatinya benar-benar ia buktikan.
Dengan lisan dan mulutnya yang lancang. Mencaci menggurui di hadapan Tuhan. Ia
tak terima bahkan ia lebih memilih jalannya sendiri menuju neraka nan
mengerikan. Iblis berkata : "Karena Engkau telah menghukumiku
tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang
lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka,
dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan
mereka bersyukur (taat). (Al-A’raf : 16, 17)
Dosa
ibarat biji kecil yang subur di dalam hati. Ia akan tumbuh bila ia terus
menerus disemai disirami. Tapi bila pohon itu tumbuh besar dan mengakar.
Durinya pun mulai menjerat, menusuk, dan melilit di dalam kulit. Ia akan
merusak tubuh yang ringkih tertatih. Tapi apa daya, akarnya sudah kadung menghujam
ke seluruh aliran darah. Anak akarnya bak otot-otot penguat sendi yang melilit di dalam daging dan tulang
belulang.
Begitulah
bahayanya dosa. Sekecil apapun dia, ia ibarat mahluk hidup yang akan tumbuh
membesar menggurita. Jauhi dan ini pesan Ibnu Mas’ud memberi peringatan : “Jangan
kau remehkan dosa, sekecil apapun dia! Dia berkumpul dalam jiwa sampai membuat
manusia terjerembab binasa.” (Riwayat Ahmad)
Al-Ghazali
memberikan perumpamaan yang luar bisa. Dosa itu bak titik kecil yang mungkin
tak diperhitungkan. Hadirnya tak disangka membahayakan. Bahkan ia dibiarkan
diabaikan. Percaknya membuat cermin semakin buram dan mampu memantulkan
kebenaran. Cermin itu ia ibaratkan hati manusia yang oleh Rasul dalam sabdanya
: “Bila seorang mu’min melakukan dosa, terpercik noda dalam hatinya. Bila ia
bertaubat, kembalilah hatinya mengkilat. Tapi bila tak juga kembali, hatinya
lalai dan tertutupi sama sekali.” (H.R. Tirmidzi)
Berlarilah
darinya seperti kita berlari dari singa. Jangan sampai ia menjadi salah satu
penyebab datangnya siksa. Dan siksa yang paling berat bagi pendosa adalah
dibukanya pintu-pintu dosa setelahnya. Ibnul Qayyim dalam
Al-Fawa’idnya : “wa min ‘uqubatis sayyi’ah as-sayyi’atu
ba’daha, akibat dari berbuat dosa adalah berbuat dosa setelahnya.”
Atau ungkapan beliau yang lain : “Hukuman atas suatu dosa adalah perasaan
tidak berdosa.” (Sayyidul Khotir) Allah maha melindungi hamba dari segala
dosa. Amin…
Celaka
siapa yang mengumpulkan amal saat bersama manusia, dan berbuat dosa saat dalam
kesendiriannya. Mereka membawa amal segunung tihamah namun Allah jadikan debu
tak berarti tak diperhitungkan sama sekali. Tsauban bertanya kepada Nabi, siapa
mereka? Agar kami tidak termasuk dari mereka. : “Mereka
adalah saudara kalian, dari ras kalian, dan qiyam sebagaimana kalian hanya saja
mereka adalah orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah dalam
kesendiriannya.” (HR. Ibnu Majah dan Ath Thabrani).
Tidak
ada dosa yang kecil. Tidak ada dosa mungil. Lihatlah dosa itu kau lakukan
terhadap siapa? Terhadap Allah yang memerintahkanmu taat pada-Nya.
Ibnu
Sirin pernah berkata : “Sungguh aku mengetahui dosa apa yang membuatku kini
terlilit hutang. Aku pernah mengatai seseorang sekitar empat puluh tahun silam
: “Wahai orang yang bangkrut.”
Lalu aku ceritakan hal ini kepada Abu Sulaiman
Ad-Darani, kemudian beliau berkata, “Dosa-dosa mereka
sedikit sehingga mereka mengetahui darimana dosa-dosa itu mendatangi mereka,
sedangkan dosaku dan dosamu banyak sehingga kita tidak tahu darimana dosa-dosa
itu mendatangi kita.””. (Shifatus Shofwa)
Ini
kisah pendosa muda yang telah berjihad di bumi Suriah, pendosa yang syahid di
16 (enam belas) tahun pada usianya. Daftar dosanya ia catat dalam buku
hariannya : “Senin : Aku tidur tanpa
mengambil air wudhu terlebih dahulu. Selasa : Aku tertawa terbahak-bahak dengan suara
yang sangat keras. Rabu : Aku menyelesaikan
Qiyamul Lail (Sholat Malam) dengan terburu-buru. Kamis : Tatkala aku sedang beristirahat, dan
bermain bola dengan teman-teman lain, aku mencetak gol,
memasukkan bola ke gawang lawan. Dan saat itu menyelusup di batinku rasa ujub
lagi bangga. Jum’at : Aku hanya
bersholawat 700 kali, padahal seharusnya 1000 kali. Sabtu : Salah satu komandan Mujahidin mendahuluiku
ketika memberikan salam. Ahad : Aku lupa berdzikir pagi.”
Ya
Rabb, kami telah menzhalimi jiwa-jiwa kami, maka ampunilah kami. Karena jika
Engkau tidak mengampuni kami. Maka sungguh kami termasuk orang-orang yang
merugi.
Muhammad
Khumaidi
Praktisi Pendidikan SMAIT Nur Hidayah Surakarta
Alumnus
Ma’had Aly An-Nu’aimy Jakarta
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah SurakartaArtikel Islamedia
0 komentar:
Posting Komentar