Minggu, Mei 19, 2013
0
Dalam Friday- nasiha , seorang saudaraku mengingatkan tentang diri kita yang sangat membutuhkan Allah.

Manusia yang merupakan makhluk ciptaan- Nya, yang kemudian Dialah Sang Pemelihara dan Maha Pemberi Kurnia, yang setiap saat hanya Allah yang mengetahui akan peristiwa yang akan kita lalui, bahaya atau menyeramkan, sehat, sakit, senang ataupun duka.

“Ya Tuhan kami, Yang Maha Memberi apa yang telah Engkau janjikan kepada hamba-hamba-Mu, Ampunilah kami ketika sadar ataupun tak sadar ternyata mencari sosok lain sebagai penolong hidup kami, yang kami pernah lalai mengutamakan hal lain padahal pertolongan-MU selalu dekat…”, brother kita mengingatkan.

Coba kita mengingat-ingat, pernahkah kita melakukan hal seperti Mukhlis—seorang manusia biasa, (bahkan mungkin sering) tatkala kita membaca ayat-ayat dalam Al Qur’an (dan tafsir sehingga mengetahui apa artinya), kita makin dekat kepada Allah ta’ala.

Mukhlis pun demikian, ia tak meragukan betapa Maha Perkasa, Maha Kuasa, Maha Agung, Maha Sempurna Rabb kita. Semakin mengenali Tuhannya, Mukhlis makin ikhlas tatkala kehendak-Nya tak sesuai keinginan atau rencana diri.

Namun hal sepele terjadi, yaitu ketika Mukhlis menghadapi masalah di tempat kerja. Ia melihat sesuatu hal salah, sebuah kolusi di depan mata dan menghadapi praktek-praktek yang melanggar hukum.
Ia bersikap pura-pura tidak tau, karena ‘mengamankan’ karir dan bonus gajinya. Ia tahu pasti bahwa pekerjaannya hanya sarana untuk memperoleh rezeki itu, hanya sarana! Sementara sikap atas pelanggaran hukum di depan matanya adalah salah satu ujian Allah atas keimanannya.

Namun ada seulas nafsu ‘akan rasa nyaman’ di tempat kerja itu yang mempengaruhi sikapnya sedemikian. Kita manusia memang senang akan ketenangan, kenyamanan, meskipun bisa saja hal itu didapat dari mengorbankan ketenangan orang lain.

Jika ia meninggalkan pekerjaannya demi Allah, Allah ta’ala akan memberinya yang lebih baik. Pasti! Sebagaimana janji-Nya, “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka- sangkanya”. (QS. Ath-Thalaq [65] :2-3)

“Makhluk ciptaan-Nya sangat membutuhkan Allah, namun sering mendurhakai dengan cara hanya memanfaatkan Allah, memanfaatkan kemurahan-Nya, ke-Maha Pengampunan-Nya, padahal kalau kita kaji dengan seksama, sikap tersebut sungguh menyakitkan, mendurhakai-Nya, dan mempermalukan diri sendiri di hadapan-Nya….”, ujar brother dalam Friday nasiha seraya mengingatkan contoh kecil saja ada seorang Fulan yang menangis dan mengharap bantuan dari saudara lainnya tatkala sang istri harus dioperasi di rumah sakit.

Sedangkan mereka orang asing di Poland yang tidak mengerti bahasa lokal (namun tidak pula berusaha mempelajarinya), sikap Fulan arogan berkata, “Cepatlah tolong kami, pasti Allah balas kalian nanti…bla bla bla”, manisnya ia sebut-sebut keindahan nama Allah ta’ala, padahal kebanyakan orang di ruangan itu tidak mengenalinya, bukan karena ia new-comer , melainkan sebab ia tak pernah muncul shalat fardhu di masjid.
Shalat Jum’at pun ditegakkan hanya sesekali, pemuda Islam ini perkataannya berbeda dengan sikap sehari-hari, na’udzubillah minzaliik. Manusia selalu mencari kenyamanan pribadi, manfaat diukur dari materi dan apa yang bisa melindungi dirinya dari bahaya.

Mutiara keimanan bisa hilang dalam sekejap ketika tanpa sadar menempatkan Sang Pencipta kita bagaikan ‘asisten’ atau maid di hati, yang seharusnya Dia-lah Yang paling kita cintai, dan kita-lah yang menghamba, yang bersujud, lemah tiada daya dan upaya selain memohon pada-Nya.
Sungguh merugi jika sikap kita sedemikian, tatkala merasa diri “sangat perlu bantuan”, merasa bahaya kalau tidak segera meminta uang, minta cepat sehat, minta cepat selesai masalah, alias sudah ketakutan bagai menghadapi masa kematian, sehingga memanggil- manggil “Allah…I need YOU…. Tolong ya Allah… “, sementara di saat merasa nyaman damai alias kebutuhan materi sebagai penilaian cukup, merasa tak perlu memohon, dan merasa tak membutuhkan pertolongan-Nya.

Alangkah ruginya kita yang sudah menyadari bahwa setiap saat iman berubah-ubah, dan setiap detik Allah selalu Maha Menolong kita, namun tak setiap saat kita mengingat-Nya . Padahal sebait doa yang terlantun, dzikrullah bahkan jika hanya dalam hati, tak memerlukan bayaran, tak menyebabkan tenaga habis, bahkan menambah semangat energi jiwa raga kita.

Semoga hari ini kala kita menemukan pengalaman gembira, maupun peristiwa duka, kita tetap pada sikap menghamba pada-Nya, tersenyum menyambut ‘segala tarbiyah-Nya’, kita pasti selalu beriring didikan dan bimbingan-Nya agar bekal hidup di akhirat nanti dapat tercukupi, meraih rahmat-Nya dengan terjauh dari azab neraka, aamiin.

Kemuliaan diri bukanlah pada harta benda, lagi-lagi tak perlu risau akan nominal rezeki, kenikmatan terletak pada halal dan berkah, yang penting kita jalankan amanah-Nya, memetik setiap hikmah sebagai penggugur dosa-dosa. Setiap hari, pasti kita diberi nikmat ujian-Nya, “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kenikmatan maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu dibatasi rezekinya maka dia berkata, ‘Tuhanku telah menghinakanku’. Sekali-kali tidak (demikian)!” (QS.al-Fajr: 15-17)

. Ya Allah, Yang Maha Dibutuhkan, kami mohon, jagalah hati ini untuk tetap berada dalam bingkai kesyukuran. Kami selalu memohon pada-Mu, bersandar dan meminta pertolongan-Mu dalam perjalanan fana ini, faghfirlana…Ampuni kami ya Allah…

Tema ini tak hanya bermanfaat buat saudaraku yang muallaf (di Krakow)— yang notebene mengenali Islam hanya dari info internet, tercampur ajaran liberal, maupun syi’ah—, karena diri hamba pun sering lalai dan lupa mensyukuri segala nikmat- Nya, hingga tak sadar bahwa segala peristiwa dan kondisi adalah tanda kasih sayang-Nya. Tanda bahwa diri kita selalu membutuhkan-Nya, memilih jalan setiap detik dengan memohon tuntunanNya.

Wallohu’alam bisshowab.





— Krakow, pagi hangat, summer 2012
Tentang bidadari_Azzam
dakwatuna.com

0 komentar:

Posting Komentar