Selasa, Oktober 30, 2012
0
Alhamdulillah atas ditemukannya jaringan internet yang memudahkan komunikasi antar kota bahkan antar negara. Kita selalu bisa tetap menjalin silaturahmi dengan keluarga, sahabat, teman kerja atau mungkin orang terkasih. Lewat internetlah, aku dapat menjalin kembali tali silaturahmi dengan salah seorang sahabatku di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

 Beberapa hari yang lalu, aku menerima email darinya, email yang mengingatkanku betapa besar amanah yang ia emban, sebagai sebagai seorang ibu yang juga bekerja.

Emailnya singkat dan ringan. Dengan tutur bahasanya yang tidak berubah sejak kami kuliah dulu, dia mengabarkan kalau sekarang dia telah dikarunia seorang anak laki-laki berumur 2 tahun. Dia melampirkan empat foto anaknya dengan pose yang berbeda-beda. Anaknya sangat mirip dengan sahabatku ini. Garis wajah dan senyumnya sangat mengingatkanku padanya.

Dengan nada merendah dia menceritakan bahwa kegiatannya sekarang adalah mengurus rumah tangga sekaligus mengajar bahasa Inggris pada sebuah lembaga bahasa. Ketika aku membaca kalimat itu, terbayanglah kesibukan-kesibukannya setiap hari. Pagi harinya dimulai dengan menyiapkan sarapan untuk suaminya, memandikan si kecil, menyusui si kecil dan seabrek kegiatan rutin lainnya. Sore harinya dia harus berangkat mengajar. Sepulang dari mengajar, dia harus kembali menjalankan tugasnya sebagai ibu, mengurus si kecil tanpa melupakan suaminya.

Satu hal yang aku garis bawahi adalah tidak semua wanita dapat menjalani peran yang dia jalani tiap hari. Butuh kesabaran dan ketekunan untuk bisa sepertinya. Aku sendiri belum yakin dapat dianugerahi kesabaran dan ketekunan yang dia miliki. Setiap hari adalah senyum yang harus dia bagi pada anak, suami dan anak-anak didiknya.

Ibu rumah tangga memang bukan profesi yang menghasilkan uang berlimpah atau ketenaran. Di lingkungan yang mengajarkan penilaian sesuatu atas nama materi, ibu rumah tangga cenderung disepelekan. Sepertinya kita menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Adalah lumrah kalau seorang ibu harus melakukan tugas-tugasnya, mulai dari menyiapkan pakaian suami dan anak, mencuci, mengepel, dan memasak makan pagi, siang dan malam, ditambah cemilan sore hari. Subhanallah, butuh energi super untuk dapat menjalankan tugas-tugas itu setiap hari.

Guru juga bukan profesi yang menjanjikan kesenangan dunia. Tapi bukankah guru adalah profesi mulia. Presiden Soekarno bahkan pernah menyebutkan bahwa guru adalah ‘rasul pembangunan‘ yang menyiratkan kemuliaan profesi tersebut.

Tanpa sosok seorang guru SD yang menginspirasinya, Andrea Hirata tidak akan mungkin menulis Laskar Pelangi yang sedemikian fenomenalnya. Ketika seorang diberi rizki oleh Allah untuk menjadi seorang guru, aku percaya bahwa dia telah diberi kekuatan untuk menggugah jiwa-jiwa yang haus akan ilmu untuk berubah menjadi seseorang. Tidak menutup kemungkinan, bahwa salah seorang dari anak didik sahabatku akan menjadi Andrea Hirata lain di kemudian hari.

Jadi, aku yakin sahabatku adalah orang besar. Tidak ada yang rendah dengan menjadi seorang ibu rumah tangga dan seorang guru. Justru tanpa sadar dia telah menunjukkanku betapa besar peran yang ia jalani. Insya Allah, senyum yang dia persembahkan tiap hari untuk anak, suami dan anak didiknya akan dicatat sebagai amal kebaikan.



Posted by http://ikayuniar.blogspot.com/
eramuslim.com

0 komentar:

Posting Komentar